SEWA GUNA USAHA (LEASING) DAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (FINANCE)
A. SEWA
GUNA USAHA (LEASING) DAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (FINANCE)
1.
PENGERTIAN SEWA GUNA
USAHA
Pengertian sewa guna usaha secara umum adalah perjanjian
antara lessor (perusahaan leasing) dengan lassee (nasabah) dimana pihak lesor
menyediakan barang dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalaln pembayaran
sewa untuk jangka waktu tertentu.[1]
Sedangkan sewa guna usaha sesuai dengan mentri keuangan
NO.1169/KMK.01/1991 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang
modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa
guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lease selama
jangka waktu tertenru berdasarkan pembayaran secara berkala. Selanjutnya yang
dimaksud dengan finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana lease pada
ahir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha
berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sebaliknya, operating lease tidak
memiliki hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.
Pengertian lessor adalah perusahaan yang melakukan kegiatan
usaha leasing dengan menyediakan berbagai macam barang modal, sedangkan lesse
adalah nasabah yang menginginkan barang modal tersebut.
2.
JENIS PERUSAHAAN LEASING
1.
Independent leasing: Perusahaan leasing yang berdiri sendiri dapat sebagai
supplier atau membeli barang-barang modal dari supplier lain untuk
di-lease-kan.
2.
Captive lessor: Produsen atau supplier mendirikan perusahaan leasing dan
yang mereka lease-kan adalah barang-barang mereka sendiri. Tujuan utamanya
adalah untuk meningkatkan penjualan sehingga mengurangi penumpukan barang di
gudang/toko.
3.
Lease broker: Perusahaan ini hanya mempertemukan keinginan lessee
untuk memperoleh barang modal kepada pihak lessor untuk di-lease-kan. Lease broker
hanya sebagai perantara antara pihak lessor dengan pihak lessee.[2]
B.
Pengertian Pembiayaan
Menurut Ahmad Sumiyanto (2008: 165),”Pembiayaan adalah
aktivitas menyalurkan dana yang terkumpul kepada anggota pengguna dana, memilih
jenis usaha yang akan dibiayai agar diperoleh jenis usaha yang produktif,
menguntungkan dan dikelola oleh anggota yang jujur dan bertanggung jawab”.[3]
Sementara itu, menurut Keputusan Menteri Negara Koperasi
Dan Usaha Kecil Dan Menengah No: 91/Kep/M.KUKMI/IX/2004 tentang Petunjuk
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah Pembiayaan adalah kegiatan
penyediaan dana untuk investasi atau kerjasama permodalan antar koperasi dengan
anggota, calon anggotanya, yang mewajibkan penerima pembiayaan itu untuk
melunasai pokok pembiayaan yang diterima kepada pihak koperasi sesuai akad
diserta pembayaran sejumlah bagi hasil dari pendapatan atau laba dari kegiatan
yang dibiayai atau penggunaan dana pembiayaan tersebut. Di sisi lain, menurut
Adiwarman Karim (2001: 160), “Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank
yaitu memberikan fasilitas yaitu pemberian fasilitas penyedia dana untuk
memenuhi kebutuhan pihak defisit unit”. Berdasarkan
definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan adalah suatu
aktifitas penyaluran dana kepada 11 pihak yang membutuhkan, untuk dipergunakan
dalam aktifitas yang produktif sehingga anggota dapat melunasi pembiayaan
tersebut.
1. Menurut Kasmir
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.
2. Menurut Muhammad
Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan,
yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. Dalam
arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan
oleh lembaga pembiayaan, seperti Bank Syariah kepada nasabah. Dalam kondisi ini
arti pembiayaan menjadi sempit dan pasif.
3. Dalam arti sempit
Pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang
dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah.
4. Pembiayaan secara luas
Pembiayaan berarti financing atau
pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang
telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.
5. Menurut M. Syafi’I Antonio
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu
pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan deficit unit.[4]
C.
JENIS-JENIS PEMBIAYAAN
Dalam menjelaskan
jenis-jenis pembiayaan dapat dilihat dari tujuannya, jangka waktunya, orangnya (yang
menerima dan memberi pembiayaan ) dan tempat kediaman.
1.Jenis
Pembiayaan dilihat dari Tujuan
a.Pembiayaan
Kansumtif
Pembiayaan konsumtif bertujuan untuk
memperoleh barang-barang atau kebutuhan-kebutuhan lainnya guna memenuhi
krputusan dalam konsumsi.[5]
1) Pembiayaan
konsumtif untuk umum
2) Pembiayaan
konsumtif untuk pemerintah
b.Pembiayaan
Produktif
Pembiayaan Produktif bertujuan untuk
memungkinkan penerima pembiayaan dapat mencapai tujuannya yang apabila tanpa
pembiayaan tersebut tidak mungkin dapat terwujudkan.Untuk memperoleh pembiayaan
, dapat dilakukan dengan beberapa alternatif.
1) Alternatif
yang pertama ialah dapat diambil dari saving, yaitu bagian keuntungan
perusahaan yang tidak dibagikan
2) Jika
alternatif yang pertama tidak mencukupi, maka pembiayaan tersebut dapat
dilakukan dengan jalan menjual saham-saham kepada masyarakat ( menarik saving
dari masyarakat)
3) Jembiayaan
dapat pula dilakukan dengan jalan mengadakan pinjaman-pinjaman baik kepada bank
maupun kepada masyarakat
2.Jenis
pembiayaan dilihat dari jangka waktu
a.
Short term ( pembiayaan jangka pendek ) ialah suatu bentuk pembiayaan yang
berjangka waktu maksimal satu tahun.
b.
Intermediate Tern ( Pembiayaan jangka waktu menengah )ialah suatu bentuk
pembiayaan yang berjangka waktu dari satu tahun sampai tiga tahun.
c.
Long Term ( Pembiayaan jangka panjang )ialah suatu bentuk pembiayan yang
berjangka waktu lebih dari tiga tahun
d.
Demand loan atau Call loan ialah suatu bentuk pembiayaan yang setiap
waktundapat dimintak kembali.
3.
Jenis Pembiayaan Dilihat Menurut Lembaga yang menerima pembiayaan
a.
Pembiayaan untuk badan usaha pemerintah / daerah
b.
Pembiayaan untuk badan usaha swasta
c.
Pembiayaan perorangan
4.
Jenis Pembiayaan Dilihat Menurut Tujuan Penggunaan
a.
Pembiayaan Modal kerja / pembiayaan ekploitasi
Pembiayaan modal kerja (PMK) adalah
pembiayaan untuk kerja perusahaan dalam rangka pembiayaan aktiva lancar
pembiayaan
b.
Pembiayaan Investasi
Pembiayaan investasi adalah pembiayaan
(berjangka menengah atau panjang ) yang diberikan kepada usaha-usaha guna
merehabilitas , modernisasi , perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya
untuk pembelian mesin-mesin ,bangunan dan tanah untuk pabrik.
c.
Pembiayaan Konsumen
Pembiayaan bank yang diberikan bank kepada
pihak ketiga / perorangan(termasuk karyawan banlk sendiri ) untuk keperluan
konsumsi berupa barang atau jasa dengan cara membeli, nyewa atau dengan carab
lain.
5.
Jenis Pembiayaan Menurut Sektor Ekonomi
Pembiayaan menurut sektor ekonomi atas
dasar kebutuhan untuk menentukan kebijakan pengarahan pembiayan secara
kuantatif yang dititik beratkan pada sektor ekonomi yang diutamakan dalam
pembiayaan bank itu. Sektor-sektor ekonomi:
a. Sektor
Pertanian, Perburuan , dan Sarana Pertanian
b. Sektor
Pertambangan
c. Sektor
Perindustrian
d. Sektor
Listrik Gas dan Air
e. Sektor
Konstruksi
f. Sektor
Perdagangan , Restoran dan Hotel
g. Sektor
Pengangkutan,Pergudangan dan Komunikasi
h. Sektor
jasa-jasa Dunia Usaha
i.
Sektor jasa-jasa
Sosial/Masyarakat
j.
Dan sektor lainnya
6.
Jenis Pembiayaan Menurut Sifat
Jenis Pembiayaan Menurut Sifat adalah
berhubungan dengan perkembangan baki debet sejak pembiayaan
ditarik/dipergunakan sampai dengan
pembiayaan dilunasi.
7.
Jenis Pembiayaan yang Disalurkan Menurut Bank
a. Cash Loan adalah pinjaman uang tunai
yang diberikan kepada customernya ,sehingga dalam pembelian fasilitas cash loan
ini bank telah nyediakan dana (fresh money) yang dapat digunakan oleh customer
berdasarkan ketentuan yang ada dalam akad pembiayaannya.
b.
Non Cash Loan adalah fasilitas yang
diberikan kepada customernya , tetapi bank belom mengeluarkan uang tunai atas
fasilitas tersebut
8.
Jenis Pembiayaan Menurut Sumber Dana
a. Pembiayaan dengan dan sendiri
b. Pembiayaan dengan dana bersama-sama
c. Pembiayaan dengan dana dari luar negri
9.Jenis
Pembiayaan Menurut Wewenang Pemutusan
Dilihat dari wewenang peemutusannya , maka
pembiayaan dibedakan atas wewenang kantor wilayah , wewenang cabang dan
wewenang kantor pusat.
10.
Jenis pembiayaan Menurut Sifat Fasilitas
a. Committed Facility adalah suatu fasilitqas yang secara yuridis
berkewajiban untuk memenuhinya sesuia dengan yang diperjanjikan, kecuali
terjadi suatu peristiwa yang memberikan hak untuk menarik kembali / menanggukan
fasilitas tersebut sesuai surat atau dokumen lainnya.
b. Uncommitted Facility adalah suatu
fasilitas yang secara yuridis bank tidak mempunyai kewajiban untuk memenuhinya
sesuia dengan yang telah diperajanjikan.
11.
Jenis Pembiayaan Menurut Akad
a.Pembiayaan dengan akad pembiayaan adalah
pembiayaan yang disertai dengan suatu akad pembiayaan tertulis antara lembaga
pembiayaan dan nasabah , yang antara lain mengatur besarnya plafond pembiayaan
, suku/nasabah , jangka waaktu, jaminan, cara-cara perluasan dan sebagainya.
b.
Pembiayaan Tanpa Akad Pembiayaan adalah pembiayaan yang disertai suatu akad
tertulis.
12.Jenis
Pembiayaan Two Step Loan(TSL), Buyer’s Credit (Export Credit) , Onshore Loan
dan Offshore Loan
a. Two Step Loan (TSL) adalah suatu
pembiayaan yang diperoleh dari lenders (lembaga keuangan) diluar negri
b. Buyer’s Cr
Menurut Adiwarman Karim (2008: 231), pembiayaan syariah
dapat digolongkan menjadi enam pembiayaan yaitu :
a.
biayaan
modal kerja syariah
Pembiayaan modal kerja syariah adalah pembiayaan jangka
pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya
berdasarkan prinsip syariah. Jangka waktu pembiayaan modal maksimum satu tahun
dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.[6]
b.
Pembiayaan
investasi syariah
Pembiayaan investasi syariah adalah penanaman dana dengan
maksud memperoleh imbalan/manfaat/keuntungan dikemudian hari.
c.
Pembiayaan
konsumtif syariah
Pembiayaan konsumtif syariah adalah jenis pembiayaan yang
diberikan untuk tujuan diluar usaha umumnya bersifat perorangan.
d.
Pembiayaan
sindikasi
Pembiayaan sindikasi adalah pembiayaan yang diberikan
oleh lebih dari satu lembaga keuangan bank untuk obyek pembiayaan tertentu.
e.
Pembiayaan
berdasarkan take over
Pembiayaan berdasarkan take over adalah membantu
masyarakat untuk mengalihkan transaksi nonsyariah yang telah berjalan menjadi
transaksi yang sesuai dengan syariah.
f.
Pembiayaan
letter of credit
Pembiayaan letter of credit adalah pembiayaan yang diberikan dalam
rangka memfasilitasi transaksi impor atau ekspor nasabah
D. MANFAAT
PEMBIAYAAN
Muhammad syafi’i Antonio mengemukakan bahwa terdapat banyak
manfaat dari pembiayaan
1.
Bank akan menikmati
peningkatan dalam ju
2.
mlah tertentu pada
saat keuntungan nasabah meningkat.
3.
Bank tidak
berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu pada nasabah pendanaan secara tetap
4.
Pengambilan pokok
pembiayaan sesuai dengan cash flow/arus kas nasabah, sehingga tidak memberatkan
nasabah
5.
Bank akan lebih
selektif dan berhati-hati
E. TEKNIK PEMBIAYAAN LEASING
Teknik pembiayaan leasing dapat dilihat
dari jenis transaksi leasingyang secara garis besar dapat dibagi dua kategori
pembiayaan yaitu :
1.Finance lease
2.Operating lease[7]
F. MEKANISME
LEASING
Keterangan:
1.
Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan penentuan
jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu pengiriman, jaminan purnajual
atas barang yang akan di-lease
2.
Lessee melakukan negoasiasi dengan lessor mengenai kebutuhan
pembiayaan barang modal. Pada tahap awal ini, lessee dapat meminta lease
quotation yang tidak mengikat dari lessor. Dalam lease quotation ini dimuat
mengenai syarat-syarat pokok pembiayaan leasing antara lain: keterangan barang,
cash security deposit, residual value, asuransi, biaya administrasi, jaminan
uang sewa dan persyaratan-persyaratan lainnya.
3.
Lessor mengirimkan letter of offer atau commitment letter
kepada lessee yang berisi syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk
membiayai barang modal yang dibutuhkan lessee tersebut. Apabila lessee
menyetujui semua ketentuan dan persyaratan dalam letter of offer, kemudian
lessee menandatangani dan mengembalikannya kepada lessor.
4.
Penandatanganan kontrak leasing setelah semua persyaratan
dipenuhi lessee. Kontrak leasing tersebut sekurang-kurangnya mencakup hal-hal
antara lain : pihak-pihak yang terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa leasing,
opsi bagi lessee, penutupan asuransi, tanggung jawab atas objek leasing, perpajakan,
jadwal pembayaran angsuran sewa dan sebagainya.
5.
Pengiriman order beli kepada supplier disertai instruksi
pengiriman barang kepada lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang
telah disetujui
6.
Pengriman barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai
pesanan. Selanjutnya lessee menandatangani surat tanda terima dan perintah
bayar dan diserahkan kepada supplier
7.
Penyerahan dokumen oleh supplier kepada lessor termasuk
faktur dan bukti-bukti kepemilikan barang lainnya.
8.
Pembayaran oleh lessor kepada supplier
9.
Pembayaran angsuran (lease payment) secara berkala oleh
lessee kepada lessor selama masa sewa guna usaha yang seluruhnya mencakup
pengembalian jumlah yang dibiayai serta bunga[8]
G. MEKANISME UMUM PEMBIAYAAN
penjelasan mekanisme
pembiayaan meliputi ketentuan dan syarat-syarat atau yang harus dilakukan sejak
nasabah mengajukan permohonan pembiayaan sampai pembiayaan tersebut dilunaskan
oleh nasabah, dan untuk jenis pembiayaan tertentu mempunyai kekususan dalam
ketentuan dan prosedurnya.
Tujuan utama mekanisme pembiayaan ini
adalah
1. Memberikan ketegasan atas tugas-tugas
dari seorang account officer sehingga demikian akan lebih memperjelas wewenang
dan tanghgung jawab para account offcer
2. Flow of document dapat di ikuti dan
diketahui dengan jelas
3. Memperlancar arus pekerjaan
Langkah-langkah tersebut harus
benar-benar di ketahui dan di ikuti oleh para account offcer. Mekanisme ini
berlaku untuk permohonan pembiayaan baru, perpanjangan maupun tambahan yang
berlaku secara umum untuk setiap jenis pembiayaan baik untuk modal kerja maupun
untuk investasi.
H. PERKEMBANGAN LEASING
Kehadiran industri pembiayaan (multi finance) di Indonesia
sesungguhnya belumlah terlalu lama, terutama bila dibandingkan dengan di
negara-negara maju. Dari beberapa sumber, diketahui industri ini mulai tumbuh
di Indonesia pada 1974. Kelahirannya didasarkan pada surat keputusan bersama
(SKB) tiga menteri, yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri
Perdagangan. Setahun setelah dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT
Pembangunan Armada Niaga Nasional pada 1975. Kelak, perusahaan tersebut
mengganti namanya menjadi PT (Persero) PANN Multi Finance. Kemudian, melalui
Keputusan Presiden (Keppres) No.61/1988, yang ditindaklanjuti dengan SK Menteri
Keuangan No. 1251/KMK.013/1988, pemerintah membuka lebih luas lagi bagi bisnis
pembiayaan, dengan cakupan kegiatan meliputi leasing, factoring, consumer
finance, modal ventura dan kartu kredit.
Sebagai sesama industri keuangan, perkembangan industri leasing relatif tertinggal dibandingkan yang lain, perbankan, misalnya. Terlebih lagi bila dibandingkan dengan perbankan pasca Pakto 1988. Pada era inilah bank muncul dan menjamur bagai musim hujan. Deregulasi yang digulirkan pemerintah di bidang perbankan telah membuahkan banyak sekali bank, walaupun dalam skala gurem. tetapi banyak kalangan menuding, justru Pakto 88 inilah menjadi biang keladi suramnya industri perbankan di kemudian hari. Puncaknya, terjadi pada 1996 ketika pemerintah melikuidasi 16 bank. Langkah itu ternyata masih diikuti dengan dimasukkannya beberapa bank lain dalam perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional(BPPN).
Meski demikian, perusahaan pembiayaan juga mampu berkembang cukup mengesankan. Hingga saat ini leasing di Indonesia telah ikut berkiprah dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang dibiayai pun terus meningkat. Jika sebelumnya hanya terfokus pada pembiayaan transportasi, kini berkembang pada keperluan kantor, manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini mengindikasikan multi finance kian dikenal pelaku usaha nasional.
Ada beberapa hal menarik jika kita mencermati konsentrasi dan perkembangan perusahaan leasing. Pada era 1989, misalnya, industri ini di Indonesia cenderung berupaya memperbesar asset. perburuan asset tersebut diantaranya disebabkan tantangan perekonomian menuntut mereka tampil lebih besar, sehat dan kuat. Perusahaan yang tidak beranjak dari skala semula, tampak terguncang-guncang dana akhirnya tutup sama sekali.
Dengan asset dan skala usaha yang besar, muncul anggapan perusahaan lebih andal dibandingkan yang lain. Bagi yang kapasitasnya memang terbatas, mereka berupaya agar tetap tampil megah dan gagah. Maka, dimulailah saling lirik dan penjajakan di antara sesamanya. Skenario selanjutnya, banyak perusahaan leasing yang melakukan penggabungan menjadi satu grup. Tampaknya, langkah ini membuahkan hasil positif. Selain modal dan asset menggelembung, kredibilitas dan penguasaan pasar pun ikut terdongkrak.
Namun gairah menggelembungkan asset tersebut berangsur-angsur mulai pudar. Karena pada tahun berikutnya (1990), industri leasing mulai kembali pada prinsip dasar ekonomi. mereka lebih mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Sebagai sesama industri keuangan, perkembangan industri leasing relatif tertinggal dibandingkan yang lain, perbankan, misalnya. Terlebih lagi bila dibandingkan dengan perbankan pasca Pakto 1988. Pada era inilah bank muncul dan menjamur bagai musim hujan. Deregulasi yang digulirkan pemerintah di bidang perbankan telah membuahkan banyak sekali bank, walaupun dalam skala gurem. tetapi banyak kalangan menuding, justru Pakto 88 inilah menjadi biang keladi suramnya industri perbankan di kemudian hari. Puncaknya, terjadi pada 1996 ketika pemerintah melikuidasi 16 bank. Langkah itu ternyata masih diikuti dengan dimasukkannya beberapa bank lain dalam perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional(BPPN).
Meski demikian, perusahaan pembiayaan juga mampu berkembang cukup mengesankan. Hingga saat ini leasing di Indonesia telah ikut berkiprah dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang dibiayai pun terus meningkat. Jika sebelumnya hanya terfokus pada pembiayaan transportasi, kini berkembang pada keperluan kantor, manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini mengindikasikan multi finance kian dikenal pelaku usaha nasional.
Ada beberapa hal menarik jika kita mencermati konsentrasi dan perkembangan perusahaan leasing. Pada era 1989, misalnya, industri ini di Indonesia cenderung berupaya memperbesar asset. perburuan asset tersebut diantaranya disebabkan tantangan perekonomian menuntut mereka tampil lebih besar, sehat dan kuat. Perusahaan yang tidak beranjak dari skala semula, tampak terguncang-guncang dana akhirnya tutup sama sekali.
Dengan asset dan skala usaha yang besar, muncul anggapan perusahaan lebih andal dibandingkan yang lain. Bagi yang kapasitasnya memang terbatas, mereka berupaya agar tetap tampil megah dan gagah. Maka, dimulailah saling lirik dan penjajakan di antara sesamanya. Skenario selanjutnya, banyak perusahaan leasing yang melakukan penggabungan menjadi satu grup. Tampaknya, langkah ini membuahkan hasil positif. Selain modal dan asset menggelembung, kredibilitas dan penguasaan pasar pun ikut terdongkrak.
Namun gairah menggelembungkan asset tersebut berangsur-angsur mulai pudar. Karena pada tahun berikutnya (1990), industri leasing mulai kembali pada prinsip dasar ekonomi. mereka lebih mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Sebetulnya, berubahnya orientasi ini dipicu oleh kian
sengitnya persaingan di industri leasing. Akibatnya, kehati-hatian menjadi agak
terabaikan. Indikasinya, persyaratan untuk memperoleh sewa guna usaha menjadi
semakin longgar. Bahkan, kabarnya di Bengkulu, orang bisa mendapatkan sewa guna
usaha hanya dengan menyerahkan selembar kartu tanda penduduk (KTP). Pada tahun 1991, kembali terjadi perubahan
besar-besaran pada perusahaan pembiayaan. Seiring dengan kebijakan uang ketat
(TMP = tight money policy) – yang lebih dikenal dengan Gebrakan Sumarlin I dan
II – suku bunga pun ikut meroket naik. Akibatnya, banyak kredit yang sudah
disetujui terpaksa ditunda pencairannya.
Dari sisi permodalan, TMP membuat perusahaan multi finance
seperti kehabisan darah. Aliran dana menjadi seret. kalaupun ada, harganya
tinggi sekali. Itulah sebabnya banyak di antara mereka yang menggabungkan
usahanya. Dengan bergabung, mereka lebih mudah dalam memperoleh kredit,
termasuk dari luar negeri.
3.
Asosiasi Leasing
Sebetulnya, organisasi ini punya nama
lain, seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 Anggaran dasar (AD)-nya, yaitu
Asosiasi Lembaga Pembiayaan Indonesia (APLI). Tetapi agaknya nama yang pertama
lebih dikenal para pelakunya dan masyarakat luas.
ALI didirikan sebagai satu-satunya
wadah komunikasi bagi perusahaan-perusahaan pembiayaan. Di sini mereka secara
bersama-sama membicarakan dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. ALI
juga hadir untuk memperjuangkan kepentingan anggotanya kepada pemerintah. Di
sisi lain, organisasi ini juga bermaksud menjadi jembatan untuk meneruskan
keinginan dan bimbingan pemerintah kepada para anggota.
Sederet sasaran ideal menjadi tujuan didirikannya ALI. Paling tidak, pasal 6 AD-nya menyebutkan lima tujuan utama organisasi ini. Di antaranya memajukan dan mengembangkan peranan lembaga pembiayaan di Indonesia serta memberikan sumbangsih bagi kemajuan perekonomian nasional.
Sederet sasaran ideal menjadi tujuan didirikannya ALI. Paling tidak, pasal 6 AD-nya menyebutkan lima tujuan utama organisasi ini. Di antaranya memajukan dan mengembangkan peranan lembaga pembiayaan di Indonesia serta memberikan sumbangsih bagi kemajuan perekonomian nasional.
Dalam perjalanan sejarahnya, ALI
mengalami pasang naik dan pasang surut. Para pengurus yang silih-berganti
berupaya memberikan yang terbaik guna pemecahan, kemajuan dan perkembangannya.
Sejak didirikan, tercatat sudah 12 kali terjadi pergantian kepengurusan.
Sebetulnya, periodisasi kepengurusan ditetapkan tiap dua tahun. Namun dalam
beberapa kasus, terjadi pergantian kepengurusan sebelum masa jabatan berakhir.
3. Dari ALI ke APPI
Pada awalnya, tepatnya tanggal 2 Juli
1982 telah dibentuk Asosiasi Leasing Indonesia (ALI) yang berkedudukan di
Jakarta sebagai satu-satunya wadah komunikasi bagi perusahaan-perusahaan
leasing di Indonesia. Kehadiran ALI telah dirasakan manfaatnya oleh seluruh
pelaku usaha leasing di Indonesia dan ALI telah berhasil melakukan berbagai
aktivitas guna kepentingan para anggotanya, termasuk membantu pengembangan
industri usaha leasing di Indonesia bersamapemerintah, Seiring dengan
pertumbuhan sektor usaha jasa pembiayaan dan guna menampung aspirasi seluruh
anggota maka pada tanggal 20 Juli 2000 telah diambil keputusan untuk mengubah
ALI menjadi ASOSIASI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN INDONESIA(APPI).
Keputusan diatas sejalan dengan
keberadaan usaha para anggota sebagai perusahaan pembiayaan yang dapat
melakukan aktivitas usaha: sewa guna usaha (leasing), anjak piutang
(factoring), pembiayaan konsumen (consumer finance), dan kartu kredit (credit
card). Dalam perkembangannya pada tanggal 21 Desember 2000 Asosiasi Factoring
Indonesia (AFI) juga telah bergabung ke dalam APPI. Sesuai dengan tujuan
didirikannya, APPI bersama pemerintah terus berupaya memberikan andil dan peran
lebih berarti dalam peningkatan perekonomian nasional khususnya pada sektor
usaha jasa pembiayaan.
[1]
Dr. Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan
Lainnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014) h, 142-146.
[2]
Ibid., hlm.224-225
[3]
Profveidhzal rifai, Islamic financial manajement (Jakarta:raja grafindo persada
2008), h. 3
[5]Profveidhzal
rifai, Islamic financial manajement (Jakarta:raja grafindo persada 2008),
h.9-31
[6] http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=501
[8]
Dr. kasmir. 2015. Dasar-Sadar Perbankan. (Jakarta:Rajawali Pers). h. 103
Komentar
Posting Komentar