Pengertian Murabahah dan Landasan Hukum
A.
Pengertian Murabahah
Murabahah adalah jual beri barang pada harga
asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Penjual harus memberi tahu
harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai
tambahan.[1]
Murabahah merupakan suatu bagian dari bentuk
jual beli yang bersifat amanah dan menurut ulama’ definisi Murabahah (secara
fiqih) adalah akad jual beli atas barang tertentu. Dalam transaksi penjualan
tersebut, penjual menyebutkan dengan .jelas barang yang akan dibelitermasuk
harga pembelian barang dan keuntungan yang akan diambil.
Sesuai dengan sifat bisnis (tijaroh), transaksimurabahah
memiliki beberapa manfaat, demikian juga risiko yang
harus diantisipasi. Murabahah memberi banyak manfaat kepada lembaga keuangan
syari’ah, salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga
beli dari penjual dengan harga jual terhadap anggota. Selain itu sistem murabahah
juga sangat sederhana, hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya
di lembaga keuangan syari’ah.
Diantara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi
antara lain:
1.
Default atau
kelalaian, anggota sengaja tidak membayar angsuran.
2.
Fluktuasi harga
komparatif, ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank
membelikannya untuk anggota. Sehingga bank tidak mengubah harga jual beli
tersebut.
3.
Penolakan anggota, barang yang
dikirim bisa saja ditolak oleh anggota karena berbagai sebab, bisa jadi karena
rusak dalam perjalanan sehingga anggota tidak mau menerimanya, karena itu sebaiknya
dilindungi dengan asuransi.
4.
Dijual, karena murabahah bersifat
jual beli dengan utang maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi
milik anggota. Anggota bebas melakukan apapun terhadap asset miliknya tersebut
untuk menjualnya. Jika terjadi demikian,risiko untuk default akan besar.
Dari berbagai pemaparan di atas maka yang dimaksud
dengan pembiayaan murabahah adalah pembiayaan yang diberikan kepada
anggota dalam rangka pemenuhan kebutuhan produksi, atas transaksi ini BMT
memperoleh sejumlah keuntungan (mark up) yang telah disepakati antara
pihak BMT dan calon anggota.[2]
Sedangkan pembiayaan murabahah di BMT
Mulia adalah pembiayaan dengan sistem jual beli dimana BMT Mulia memberikan
fasilitas pembiayaan kepada anggotanya untuk pembelian barang baik barang modal
usaha maupun barang konsumtif. BMT Mulia membeli barang yang diinginkan dan
menjualnya kepada anggota dengan sejumlah margin keuntungan yang disepakati
kedua belah pihak.
Produk
pembiayaan murabahah dapat digunakan untuk:
1.
Usaha produktif yaitu keperluan
investasi (pembelian peralatan usaha) dan modal kerja ( pembelian bahan baku
atau persediaan).
2.
Pembeliaan barang-barang
non-produktif atau kebutuhan pribadi.
Namun
demikian portofolio terbesar dalam pembiayaan murabahah tetap pada usaha
produktif ( perdagangan, home industry, dan jasa). Harga jual kepada
anggota adalah harga beli barang ditambah margin keuntungan . Besarnya margin
pembiayaan murabahah ditetapkan berdasarkan keputusan direksi dengan
mempertimbangkan aspek persaingan. Untuk memudahkan penerapan pembiayaan murabahah,
penetapan harga jual dari BMT Mulia kepada anggota dapat disesuaikan
dengan tabel angsuran murabahah.
B.
Landasan Hukum
Landasan hukum akad murabahah ini adalah:
a.
Al-Quran
Ayat-ayat
Al-Quran yang secara umum membolehkan jual beli, diantaranya adalah firman
Allah:
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبَ
Artinya:
“..dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
(QS. Al-Baqarah:275).
Ayat ini
menunjukkan bolehnya melakukan transaksi jual beli dan murabahah merupakan
salah satu bentuk dari jual beli.
Dan firman
Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَأْكُلُوا
أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ
مِّنكُمْ.
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka diantara kamu” (QS. An-Nisaa:29).
b.
As-Sunnah
Sabda Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassallam: “Pendapatan yang paling afdhal(utama)
adalah hasil karya tangan seseorang dan jual beli yang mabrur”. (HR. Ahmad
Al Bazzar Ath Thabrani).
Hadits dari riwayat Ibnu Majah, dari Syuaib:
أَنَّ النَّبِي صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ البَرَكَة: البَيْعُ إِلىَ أَجَلٍ, وَالمُقـَارَضَة, وَ خَلْطُ البُرّ بِالشَّعِيْرِ
لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ. (رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه(
”Tiga
perkara yang didalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan pembayaran secara
tangguh, muqaradhah (nama lain dari mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk dijual” (HR. Ibnu
Majah).
c.
Al-Ijma
Transaksi
ini sudah dipraktekkan di berbagai kurun dan tempat tanpa ada yang
mengingkarinya, ini berarti para ulama menyetujuinya (Ash-Shawy, 1990., hal.
200.).
1.
Kaidah Fiqh, yang
menyatakan:
الأَصْلُ فِِى المُعَامَلاَتِ
الإِبَاحَة ُ إِلا َّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلىَ تَحْرِيْمِهَا
“Pada
dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”
2.
Fatwa Dewan Syariah Nasonal Majelis
Ulama Indonesia No.04/DSN-MUI/IV/2000,tentang MURABAHAH.
Komentar
Posting Komentar